Mushaf Cetakan Tertua di Nusantara
Cetakan Palembang, 1848
Cetakan Palembang, 1848
Sejauh yang diketahui hingga sekarang, Al-Qur'an cetakan tertua di Indonesia—dan juga di Asia Tenggara—adalah cetakan Palembang, yang selesai dicetak pada hari Senin, 21 Ramadan 1264 H (21 Agustus 1848 M). Mushaf cetakan tertua ini adalah milik H. Abd Azim Amin, M.Hum, Kampung Tiga Ulu, Palembang, yang mewarisi mushaf tersebut dari pencetaknya sendiri.
Mushaf ini ditulis oleh Haji Muhammad Azhari bin Kemas Haji Abdullah, dicetak oleh Ibrahim bin Husin asal Singapura, di percetakan milik Haji Muhammad Azhari sendiri. Ukuran naskah 30 x 20 x 3 cm, bidang tulis 21 x 13 cm, tebal 607 + 2 halaman kolofon. Kertas tipis putih halus, tidak ada watermark; tidak ada kulit/sampul, pinggir jilidan disepuh emas; setiap juz terdiri atas 20 halaman; tanda ayat berupa lingkaran hitam, sebagian dibubuhi emas; masing-masing juz dibagi dalam nisf; setiap juz dan nisf ditandai dengan hiasan di bagian kanan dan kiri; tulisan juz di dalam lingkaran dari juz 1-10 merupakaan tulisan baru; variasi hiasan awal juz dan nisf, di kiri dan kanan halaman, selalu berbeda, menunjukkan kekayaan motif dan keterampilan yang memadai; di bagian atas terdapat nama surah kecil, dan di bagian bawah terdapat angka halaman (ini merupakan sesuatu yang baru); catatan qira’at terutama di bagian awal al-Qur’an merupakan catatan baru, bukan asli cetakan; halaman awal Surah al-Kahf kotor – dan lebih kotor lagi adalah awal Surah Yasin, bahkan jilidan dan satu lembar halaman awal lepas – menunjukkan bahwa kedua surah ini pada masa lalu sering dibaca.
Mushaf ini ditulis oleh Haji Muhammad Azhari bin Kemas Haji Abdullah, dicetak oleh Ibrahim bin Husin asal Singapura, di percetakan milik Haji Muhammad Azhari sendiri. Ukuran naskah 30 x 20 x 3 cm, bidang tulis 21 x 13 cm, tebal 607 + 2 halaman kolofon. Kertas tipis putih halus, tidak ada watermark; tidak ada kulit/sampul, pinggir jilidan disepuh emas; setiap juz terdiri atas 20 halaman; tanda ayat berupa lingkaran hitam, sebagian dibubuhi emas; masing-masing juz dibagi dalam nisf; setiap juz dan nisf ditandai dengan hiasan di bagian kanan dan kiri; tulisan juz di dalam lingkaran dari juz 1-10 merupakaan tulisan baru; variasi hiasan awal juz dan nisf, di kiri dan kanan halaman, selalu berbeda, menunjukkan kekayaan motif dan keterampilan yang memadai; di bagian atas terdapat nama surah kecil, dan di bagian bawah terdapat angka halaman (ini merupakan sesuatu yang baru); catatan qira’at terutama di bagian awal al-Qur’an merupakan catatan baru, bukan asli cetakan; halaman awal Surah al-Kahf kotor – dan lebih kotor lagi adalah awal Surah Yasin, bahkan jilidan dan satu lembar halaman awal lepas – menunjukkan bahwa kedua surah ini pada masa lalu sering dibaca.
Kolofon
di dua halaman akhir mushaf cetakan ini berbunyi:
Sebermula
adalah mengecap Al-Qur'an al-‘Azim ini di atas pres litografik yakni di
atas impitan batu dengan khat suratan faqir ila Allahi ta’ala al-Haji Muhammad
Azhari ibnu Kemas al-Haji Abdullah, Palembang nama negerinya, Syafi’i
mazhabnya, Asy’ari i'tikadnya, Junaidi ikutannya, Sammani minumannya. Maka
adalah yang mengerjakan cap ini Ibrahim ibnu Husain, Sahab Nagur nama negerinya
Singapura tempat kediamannya daripada murid tuan Abdullah ibnu Abdulkadir
Munsyi Malaka. Telah selesailah daripada mengecap dia pada hari Senin duapuluh
satu hari daripada bulan Ramadan atas rukyat negeri Palembang pada hijrah Nabi
– sallallahu ‘alaihi wa sallama – seribu dua ratus enam puluh empat tahun 1264.
Maka membetuli pada dua puluh satu hari bulan Agustus tarikh Masehi seribu
delapan ratus empat puluh delapan tahun (1848) dan enam belas hari bulan Misra
tarikh Kubti seribu lima ratus enam puluh empat tahun (1564) dan sembilan hari
bulan Ab tarikh Rumi duaribu seratus lima puluh sembilan tahun (2159) dan dua
puluh empat hari bulan Isfandar mah tarikh Farsi seribu dua ratus tujuh belas
tahun (1217). Maka adalah banyak bilangan Qur’an yang dicap itu seratus lima
Qur’an. Maka perhimpunan mengerjakan dia lima puluh hari, jadi di dalam satu
hari dua Qur’an tiga juz, dan tempat mengerjakan cap itu di dalam daerah negeri
Palembang di dalam kampung Tiga Ulu pihak kiri mudik kampung Demang Jayalaksana
Muhammad Najib ibnu almarhum Demang Wiralaksana Abdulkhaliq. Mudah-mudahan
mengampuni Allah – subhanahu wa ta’ala – bagi mereka yang menyurat dia dan yang
mengerjakan dia dan yang membaca akan dia dan bagi segala ibu bapak mereka itu
dan segala muslim laki-laki dan perempuan dan bagi segala ibu bapak mereka itu.
Wa sallallahu ‘ala khairi khalqihi sayyidina Muhammad wa alihi wa sahbihi wa
sallam.
Catatan di tepi halaman adalah tambahan belakangan dari pembaca, bukan asli cetakan mushaf. |
Artikel terkait
"Qur'an cetakan Palembang 1854": http://quran-nusantara.blogspot.com/2012/04/quran-cetakan-palembang-1854-kolofon.html
Terima kasih atas tulisan-tulisan Pak Ali Akbar dalam blog ini. Sangat informatif dan inspiratif. Salam.
BalasHapusterimakasih ulasannya , bermanfaat,bisakah pak aliakbar menjelaskan sisi perbedaan mushaf standar indonesia dengan arab,karena saya melihat banyak perbedaan diantaranya kata صراط dlm mushaf arab ditulis dengan alif kecil juga di ayat terakhir surat alanbiya di mushaf indo tertulis قال ;ada alif setelah qof sedangkan di mushaf arab tertulis :قل ; dan ada alif juga setelah qof tapi alif kecil.
BalasHapusjazakumullahu khoiron syukron atas jawabannya
Maaf, baru balas, karena baru melihat pertanyaan Anda. Nah, itu menyangkut perbedaan pilihan riwayat rasm Usmani. Mushar Standar Indonesia menggunakan riwayat ad-Dani, sedangkan Mushaf Madinah (Saudi) menggunakan riwayat Abu Dawud.
HapusAda disertasi yang membahas hal ini, ditulis oleh Dr Zainal Arifin Madzkur, berjudul "Perbedaan Rasm Usmani antara Mushaf Standar Indonesia dan Mushaf Madinah Saudi Arabia dalam Perspektif ad-Dani dan Abu Dawud". Mungkin bisa dibeli online. Terima kasih.