Senin, 06 Januari 2014

Penghafal Qur'an

Para Penghafal Qur'an (1)
Penghafal Qur’an di Batavia abad ke-17

Agaknya, tidak banyak kisah yang kita ketahui tentang para penghafal Qur’an di Nusantara sebelum ketokohan Mbah Munawwir Krapyak, Yogyakarta, pada paruh pertama abad ke-20. Mungkin saja dahulu banyak para penghafal Qur’an, mengingat bahwa ‘sekolah-sekolah’ atau tempat pengajian senantiasa tumbuh bersama perkembangan masyarakat Islam. Tapi bagaimana keadaan yang sesungguhnya, dan siapa nama para hafiznya, tidak banyak diketahui. Nah, di antara gelapnya masalah ini, ada sepenggal kisah yang pantas kita kutip di sini. Saya kutip lengkap saja:
Cover buku Batavia (detail)

“Sekolah Islam di Batavia [abad ke-17] berperan penting dalam mendidik para putra dan anak-anak asuh kaum Moor [muslim keturunan India] dan Melayu karena untuk bisa bersekolah orang perlu uang. Sementara kaum pedagang Moor memiliki cukup uang untuk menyelenggarakan sekolah Islam yang baik. Pedagang Moor ternama, Somosdin [mungkin nama aslinya ‘Syamsuddin’] mengambil anak bernama Bodol yang sebelumnya adalah budak yang dibebaskan oleh Samin, abang Somosdin. Bodol anak lelaki seorang budak perempuan yang tadinya tinggal bersama ibunya, Doria-bi. Somosdin tidak hanya mengajari sendiri anak itu tentang nilai-nilai baik sesuai Islam, tetapi juga memasukkannya ke salah satu sekolah Islam di Batavia dengan biaya seperempat ringgit per bulan. Di sekolah itu, Bodol tidak hanya belajar membaca dan menulis, tetapi juga belajar membaca dan menghafal ke-30 juz Qur’an [mungkin maksudnya Juz ke-30(?)]. Untuk itu dia mengikuti pelajaran tambahan pada guru sekolah yang dibayar tambahan 30 ringgit. Ketika Bodol sudah bisa menghafal di luar kepala semua 30 juz tersebut, dia disunat dan karenanya diselenggarakan selamatan.”

(Dikutip dari buku Batavia: Masyarakat Kolonial Abad XVII karya Hendrik E. Niemeijer terbitan Masup Jakarta, 2012, hlm. 215-216. Kisah ini berdasarkan arsip kolonial, 28 November 1682, koleksi ANRI).

Artikel terkait:

2 komentar: