Senin, 27 Januari 2014

Qur'an Surau

Qur’an Surau, Sumatera Barat

Saat ini, koleksi Qur’an tampaknya lebih banyak ditemukan di museum atau perpustakaan daripada di tempat aslinya, yaitu di lembaga-lembaga keagamaan seperti pesantren, masjid, meunasah, atau surau. Itu artinya, naskah telah berpindah tangan, tidak lagi di tempat asalnya ketika naskah tersebut digunakan dan diperlakukan sehari-hari oleh pemakainya. Sebenarnya hal itu patut disayangkan, karena tradisi naskah tersebut telah tercabut dari akarnya, sehingga ada sesuatu yang hilang.
Sebuah Qur'an dari Surau Bintungan Tinggi, Pariaman.

Sejumlah keraton Nusantara seperti Kesultanan Banten, Ternate, Bone, dan Terengganu (sekadar untuk mengambil contoh) pada masa dahulu diduga kuat memiliki skriptorium (pusat penyalinan naskah) yang berada di lingkungan istana. Hal itu tampak dari sejumlah tinggalan naskahnya yang kini berada di berbagai museum, di dalam dan luar negeri. Namun bagaimana skriptorium tersebut dahulu ‘berjalan’ agak sulit untuk ditelusuri, karena sumber tentang hal itu sedikit, dan naskahnya sendiri telah berpindah dari tempat semula di istana, sebagian ‘tercerai berai’ di berbagai tempat.
Apa yang tampak di beberapa surau di Sumatera Barat agak melegakan, karena sebagian besar naskahnya, termasuk mushaf, masih berada di tempatnya, atau paling tidak di lingkungannya, sehingga kita masih dapat membayangkan bagaimana naskah tersebut hidup di ‘habitat’-nya. Dapat dikatakan bahwa semua naskah yang ditemukan di surau, kotor di pojok kiri dan kanan bagian bawah halaman. Itu artinya bahwa pada masa dahulu naskah tesebut memang sering dibaca dan digunakan. Jadi, naskah tersebut benar-benar 'hidup' di tengah masyakarat. Itu agak berbeda dengan sejumlah naskah yang berasal dari sebagian istana, atau kantor pemerintah kolonial Belanda, misalnya, yang memesan suatu naskah untuk disalin, tanpa benar-benar dibaca oleh masyarakat, sehingga naskahnya masih tampak 'mulus'.
Inilah Surau Bintungan Tinggi, Pariaman, Sumatera Barat.
 Khazanah intelektual Surau Bintungan Tinggi, Pariaman, serta peninggalan lainnya.

Surau Bintungan Tinggi dari arah barat.

 Surau Bintungan Tinggi dari arah timur.

Sang ahli waris saat ini (2013).

Saka tunggal arsitektur surau.

Artikel terkait:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar