Sabtu, 15 November 2014

Cap Kertas "Blauw & Briel"

Kemarin (15-11-2014) saya menulis email kepada Russell Jones (sekitar 85 tahun), ahli kertas Eropa, khususnya yang digunakan dalam naskah-naskah Nusantara. Di samping ketekunannya yang luar biasa dalam memperhatikan kertas -- suatu bidang yang amat sedikit diperhatikan orang -- ia juga seorang ahli sastra, dan menulis disertasi tentang naskah sastra sufi Hikayat Ibrahim bin Adham.

Iluminasi halaman akhir Qur'an PNRI A.47. (Foto: Repro Illuminations)

        Pada pukul 4:55 PM saya menulis email, bertanya tentang kertas sebuah Qur'an koleksi Perpustakaan Nasional RI, Jakarta, dengan kode A.47. Keadaan naskah cukup baik, lengkap 30 juz. Disayangkan, naskah ini tidak mempunyai kolofon, sehingga tidak diketahui kapan dan di mana mushaf disalin. Bahannya kertas Eropa dengan cap kertas “Pro Patria”. Di bagian bawah gambar terdapat huruf “B”, dengan cap tandingan “Blauw & Briel”. Churchill (1935: 13) memberikan keterangan bahwa kertas dengan cap tandingan tersebut digunakan di Belanda antara tahun 1724—1825. Nah, saya bertanya, apakah menurut Pak Russell keterangan Churchill itu cukup meyakinkan. Sebab, Qur'an seperti itu, yang saya tahu, sekadar menurut feeling, biasanya berasal dari pertengahan abad ke-19. 
        Tak disangka, dua jam kemudian, pukul 7:05 PM, Pak Russell menjawab dari belahan dunia yang jauh di Inggris sana, lengkapnya begini:

Dear Pak Ali,
The first thing to look for is: ARE THERE SHADOWS ON THE CHAIN LINES IN YOUR MANUSCRIPT?
If there are no shadows, do not look in Churchill or Heawood. This is a fundamental point.
If there are no shadows, these are the date ranges I would give for occurrences in Malay manuscripts. Years are approximate.
Hollandia + B [range 1833 to 1858]
BLAUW & BRIEL [range 1825 to 1834, perhaps somewhat later]
So somewhere towards the middle of the 19th century as you say would be very likely.

Best regards,
Russell                     15-11-14

***

Pak Russell mengingatkan kembali -- dan merasa perlu menulisnya dengan huruf kapital! -- pentingnya melihat shadow (semacam bayangan) pada garis tebal (chain line). Rupanya itu menjadi 'rumus' penting untuk membedakan antara kertas dari abad ke-17-18 dan kertas dari abad ke-19. 
        W.A. Churchill adalah penulis buku Watermarks in Paper in Holland, England, France, Etc. in the XVII and XVIII Centuries and their Interconnection (Amsterdam: Menno Hertzberger & Co., 1935). Edward Heawood adalah penyusun buku Watermarks Mainly of the 17th and 18th Centuries (Hilversum: The Paper Publications Society, 1950). Karena kelangkaan bahan untuk 'membaca' cap kertas pada naskah kuno, kedua buku ini sering dirujuk oleh para peneliti kita. Menurut Russell, dalam meneliti naskah Nusantara, merujuk kepada Churchill tidak tepat, karena fokus buku tersebut -- seperti terbaca jelas pada judulnya -- adalah kertas-kertas Eropa abad ke-17-18. Tentu saja, dokumen-dokumen yang digunakan Churchill untuk menyusun bukunya (dan menentukan tarikh kertas) adalah dokumen Eropa abad tersebut. Sedangkan kebanyakan naskah Nusantara dari abad ke-19! Sayangnya, Pak Russell belum menerbitkan buku pegangan untuk para peneliti naskah Nusantara itu...
        Terima kasih Pak Russell, salam hormat, dan semoga panjang umur...


Artikel terkait:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar